Kamis, April 30, 2009

Tipe Ruang Terbuka Hijau

Penghijauan yang dilakukan di Ruang Terbuka Hijau, harus disesuaikan dengan kondisi dan fungsi kawasan yang sudah diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah. Penyesuaian pengembangan RTH berdasarkan tipologi dan lokasi yang akan dikembangkan menjadi RTH. Tipe-tipe RTH berdasarkan tipologi dan lokasi dapat disebutkan sebagai berikut :
  • Tipe Kawasan Permukiman, RTH yang berada di kawasan permukiman memiliki fungsi sebagai penghasil oksigen, penyerap karbondioksida, peresap air, penahan angin dan peredam kebisingan.
  • Tipe Kawasan Perindustrian, RTH di kawasan industri berfungsi untuk mengurangi polusi udara dan mengurangi dampak kebisingan suara yang ditimbulkan oleh kegiatan industri.
  • Tipe Pelestarian Plasma Nutfah, fungsi dari RTH tipe ini adalah untuk konservasi plasma nutfah, khususnya vegetasi in-situ dan ex-situ, perlindungan satwa yang dilindungi.
  • Tipe Perlindungan, berfungsi untuk mencegah atau mengurangi bahaya erosi atau longsor pada lahan-lahan yang mempunyai kemiringan lereng yang cukup tinggi dan disesuaikan dengan kondisi tanahnya, daerah tepian pantai yang terkena abrasi berfungsi untuk mengurangi abrasi pantai
  • Tipe Pengamanan, tipe RTH ini berfungsi untuk meningkatkan keamanan para pengguna jalan pada jalur kendaraan melalui jalur hijau dengan mengkombinasikan pohon dan tanaman perdu.

Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan

Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau harus dibangun dalam sebuah sistem yang saling berinteraksi dengan kondisi lingkungan dimana RTH ini berada. Secara detail pemanfaatan sistem RTH sesuai dengan arahan peruntukan dan lingkungannya ini dapat diuraikan sebagai berikut :
  1. RTH untuk kaitan produksi, seperti lahan untuk kehutanan, pertanian, produksi mineral, sumber air, komersial dan rekreasi.
  2. RTH untuk preservasi sumberdaya alam dan manusia, terdiri dari rawa untuk habitat tertentu, hutan untuk satwa, bentukan geologi, batukarang, tempat-tempat bersejarah dan pendidikan.
  3. RTH untuk kesehatan dan kesejahteraan umum, seperti lahan untuk melindungi kualitas air, penimbunan sampah, memperbaiki kualitas udara, area rekreasi, dan area lansekap.
  4. RTH untuk keamanan umum, seperti waduk pencegah banjir, dan buufer zone runway.
  5. RTH sebagai koridor, seperti jalur hijau jalan, jalur hijau sungai.

Perencanaan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan

Penyusunan rencana pemanfaatan RTHKP merupakan bagian dari rencana pemanfaatan tata ruang, dan RTHKP dituangkan dalam Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan dengan skala peta sekurang-kurangnya 1 : 5.000. Undang-undang mengamanatkan bahwa alokasi ruang untuk RTHKP luas ideal minimal 30%[1] dari luas kawasan, namun pada regulasi yang lain disebutkan luas minimal sebesar 20%[2] dari luas kawasan.

Dalam perencanaan RTHKP, ruang terbuka hijau yang diatur dalam perencanaan mencakup RTH publik dan privat. Komponen yang perlu diperhatikan dalam perencanaan RTHKP adalah i) jenis, ii) lokasi, iii) luas, iv) kebutuhan biaya, v) waktu pelaksanaan dan vi) desain teknis. Selanjutnya perencanaan RTHKP lebih lanjut ditetapkan melalui peraturan daerah.
Dalam rangka pengembangan RTH, ada beberapa hal yang dapat dilakukan dan dipertimbangkan, yakni :

1)
Pencetakan baru

Secara umum dalam sebuah kota, RTH biasanya dikuasai oleh pemerintah dengan cara perolehan antara lain melalui alih fungsi lahan menjadi / diperuntukkan menjadi RTH, mangalihfungsikan RTH yang telah mengalami alihfungsi, tukar belai atau membeli. Mendorong swasta / privat untuk memanfaatkan lahannya (lahan yang belum difungsikan) sebagai RTH, tetapi untuk kepentingan swasta / privat namun dapat menambah kapasitas sistem alami perkotaan. Selain itu, mendorong kawasan permukiman baru untuk menyediakan / diharuskan menyediakan lahan untuk RTH secara proporsional dan pembangunannya diawasi secara ketat.


2)
Intensifikasi hijau

Ruang-ruang terbuka kota yang tidak hijau sebaiknya dihijaukan, seperti tepi jalan, median jalan, bantaran sungai, area bahaya dibawah jaringan listrik tegangan tinggi.


3)
Pengaturan kapling milik swasta / privat

Kapling milik swasta / privat terbagi menjadi area yang murni pribadi (misalnya patio dan halaman belakang) serta semi publik (misalnya halaman depan). Area yang murni pribadi dapat dapat dikendalikan melalui peraturan Koefisian Dasar Hijau – KDH, sedangkan halam depan menggunakan peraturan garis sempadan bangunan – GSB. Pengaturan ini masuk dalam penggalangan peranserta masyarakat kota.


Selanjutnya dalam tahap rencana pembangunan dan pengembangan RTHKP ini, ada 4 (empat) hal utama yang harus diperhatikan[3], yaitu :


1)
Luas RTH minimum yang diperlukan dalam suatu wilayah perkotaan ditentukan secara komposit oleh 3 (tiga) komponen berikut ini, yaitu a) kapasitas atau daya dukung alami wilayah, b) kebutuhan per kapita (kenyamanan, kesehatan dan bentuk pelayanan lainnya), c) arah dan tujuan pembangunan kota.

RTH berluas minimum merupakan RTH yang berfungsi ekologis yang berlokasi, berukuran dan berbentuk pasti yang melingkupi RTH publik dan privat. RTH publik harus berukuran sama atau lebih luas dari RTH luas minimal, dan RTH privat merupakan RTH pendukung dan penambah nilai rasio, terutama dalam meningkatkan nilai dan kualitas lingkungan dan kultural kota.

2)
Lokasi lahan kota yang potensial dan tersedia untuk RTH.
3) Struktur dan pola RTH yang akan dikenbangkan (bentuk, konfigurasi dan distribusi).
4)
Seleksi tanaman sesuai kepentingan dan tujuan pembangunan kota.



[1] Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 29

[2] Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, Pasal 9

[3] Teknis Perencanaan RTH, Lab. Perencanaan Lansekap Dep. Arsitektural Lansekap, Fakultas Pertanian IPB, Makalah Lokakarya

Minggu, April 12, 2009

Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Yang Disyaratkan

>Kepastian tentang kebutuhan yang disyaratkan untuk membangun Ruang Terbuka Hijau belum ditetapkan secara definitif, Undang-undang tentang Tata Ruang menyebutkan minimal 30% sementara peraturan menteri dalam negeri menyebutkan minimal 20%. Namun untuk lebih jelasnya maka acuan dibawah ini dapat dipertimbangkan, yakni :
  • Berdasarkan proses netralisasi CO2, RTH membutuhkan kurang lebih 36% dari luas area kota.
  • Berdasarkan kebutuhan air, RTH yang dibutuhkan setara dengan 24% ruang kota.
  • Berdasarkan jumlah penduduk berkisar antara 1.200 orang/Ha sampai 50 orang/Ha.
  • Berdasarkan luas kota, berkisar antara 10% - 30% tergantung dari lokasi.

Berdasarkan besaran standar[1] untuk perencanaan sarana lingkungan yang terdiri dari sarana olahraga dan daerah terbuka (SNI-1733, 1989) dikelompokkan atas :
  • Taman untuk 250 penduduk, yaitu taman yang dibutuhkan oleh setiap 250 penduduk dimana fungsi taman tersebut sebagai tempat bermain anak-anak. Standar kebutuhan ruang 1 m2/penduduk. Lokasinya sebaiknya diusahakan sedemikian rupa sehingga merupakan faktor pengikat.
  • Taman untuk 2.500 penduduk, adalah taman yang diperlukan oleh sekurang-kurangnya 2.500 penduduk, disamping daerah-daerah terbuka yang telah ada pada setiap kelompok 250 penduduk. Daerah terbuka ini, sebaiknya merupakan taman yang dapat digunakan untuk aktivitas-aktivitas olahraga seperti volley ball, badminton dan sebagainya. Luas daerah terbuka yang diperlukan untuk ini sebesar 1.250 m2, dengan standar 0,5 m2/penduduk, lokasinya sebaiknya dapat disatukan dengan pusat kegiatan RW, yang terdapat TK, pertokoan, pos hansip, balai pertemuan dan lain-lain.
  • Taman dan Lapangan Olahraga untuk 30.000 penduduk, adalah ruang yang dapat melayani aktivitas-aktivitas kelompok di area terbuka, misalnya untuk pertandingan olahraga, upacara / apel dan lain-lain. Sebaiknya area ini taman yang dilengkapi dengan lapangan olahraga / sepakbola sehingga berfungsi serbaguna dan harus tetap terbuka. Peneduh dapat digunakan pohon-pohon yang ditanam disekelilingnya.Luas area yang dibutuhkan untuk sarana ini seluas 9.000 m2, dengan standar 0,3 m2/penduduk. Lokasi tidak harus di pusat lingkungan, tetapi sebaiknya digabung dengan sekolah, sehingga bermanfaat untuk murid-murid sekaligus berfungsi sebagai peredam bising atau kegaduhan (buffer)
  • Taman dan Lapangan Olahraga untuk 120.000 penduduk, dalam kelompok 120.000 penduduk setidak-tidaknya harus memiliki satu lapangan hijau yang terbuka, dengan fungsi yang hampir sama dengan hal diatas, lengkap dengan sarana olahraga yang permukaan lantainya diperkeras. Luas arae yang diperlukan untuk sarana tersebut adalah 24.000 m2 / 2,4 Ha atau dengan standar 0,2 m2/penduduk. Lokasi ini tidak harus dipusat kecamatan dan sebaiknya dikelompokkan dengan suatu sekolah.
  • Taman dan Lapangan Olahraga untuk 480.000 penduduk, sarana ini melayani penduduk sebanyak 480.000 penduduk. Bentuk taman dan lapangan olahraga ini dapat terdiri dari i) stadion, ii) taman-taman / tempat bermain, iii) area parkir dan iv) bangunan-bangunan fungsional lainnya. Luas area yanh dibutuhkan untuk aktifitas ini adalah sebesar 144.000 m2 (14,4 Ha) atau dengan standar 0,3 m2 / penduduk.
  • Jalur Hijau, selain taman-taman dan lapangan olahraga terbuka, masih harus disediakan jalur-jalur hijau sebagai cadangan / sumberdaya alam. Besaran jalur ini adalah 15 m2 / penduduk, lokasinya dapat menyebar dan sekaligus merupakan filter dari daerah-daerah indistri atau daerah-daerah yang menimbulkan polusi.
  • Kuburan, luasan sarana ini sangat bergantung dari sistem penyempurnaan yang dianut sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Sebagai patokan perhitungan dapat dipergunakan angka kematian setempat dan sistem penyempurnaan (caranya).


[1] Disampaikan oleh Ir. Hari Sidharta, Dpl. HE, dalam Pelatihan Ruang Terbuka Hijau di Dirjen Cipta Karya, Dep. PU tanggal 9 September 1997, menyangkut Kebijakan Teknis Ruang Terbuka Hijau,.

Bentuk Ruang Terbuka Hijau

Bentuk Ruang Terbuka Hijau secara umum terdiri dari bentuk-bentuk a) Konsentris, b) Terdistribusi, c) Hirarkhis, d) Linier dan e) Mengikuti bentuk fisiografi serta f) Jaringan.

Berdasarkan bobot kealamiannya, Ruang Terbuka Hijau dapat diklasifikasikan dalam bentuk a) RTH Alami (habitat liar/alami, kawasan lindung), b) RTH Non Alami atau RTH Binaan (pertanian kota, pertamanan kota, lapangan olahraga, pemakaman). Selanjutnya berdasarkan sifat dan karakter ekologisnya Ruang Terbuka Hijau dapat diklasifikasikan dalam bentuk a) RTH Kawasan (areal, non linier), b) RTH Jalur (koridor, linear).


Gambar 1. Jalur hijau di tepian jalan yang difungsikan sebagai peneduh dan filter polusi.


Kemudian, jika berdasarkan atas penggunaan lahan atau kawasan fungsionalnya, maka Ruang Terbuka Hijau dapat diklasifikasikan menjadi a) RTH kawasan permukiman, b) RTH kawasan perdagangan, c) RTH kawasan perindustrian, d) RTH kawasan pertanian, e) RTH kawasan-kawasan khusus, seperti pemakaman, hankam, olahraga dan alamiah.

Berdasarkan status kepemilikan Ruang Terbuka Hijau, maka RTH ini dapat diklasifikasikan menjadi a) RTH Publik, yakni RTH yang berada di ruang-ruang publik atau lahan-lahan yang dimiliki oleh pemerintah (pusat, daerah), dan b) RTH privat (non publik), RTH yang dimiliki atau berada di lahan-lahan milik privat. Berdasarkan tata letaknya[1], Ruang Terbuka Hijau bisa berwujud a) ruang terbuka kawasan pantai (coastal open space), b) dataran banjir sungai (river flood plain), c) ruang terbuka pengamanan jalan bebas hambatan (greenways), dan d) ruang terbuka pengamanan kawasan bahaya kecelakaan di ujung landasan bandar udara (buffer zone).


Gambar 2. Taman Kota (City Park), berfungsi sebagai Ruang Terbuka Hijau Kota

(Sumber data : www.beritaiptek.com/images/erasmusview.jpg)


Berdasarkan skalanya, maka Ruang terbuka Hijau dapat diklasifikasikan menjadi a) RTH Makro, seperti kawasan pertanian, perikanan, hutan lindung, hutan kota dan buffer zone runway, b) RTH Medium, seperti kawasan pertamanan (city park), sarana olahraga, sarana pemakaman umum, dan c) RTH Mikro, yakni lahan terbuka yang ada disetiap kawasan permukiman yang disediakan dalam bentuk fasilitas umum, seperti taman bermain (playground), taman lingkungan (community park) dan lapangan olahraga.


[1] Ruang Terbuka Hijau Perkotaan, Komponen Perancangan Arsitektural Lansekap.